Tuesday, July 27, 2010

Lelah, Energi Yang Tersebunyi

Lelah. Ini adalah akibat sampingan yang selalu menyertai setiap aktivitas manusia. Bisa berupa fisik, ruhiyah, otak dan akal. Jika menurut istilah biologi, lelah diakibatkan oleh timbunan asam laktat yang menumpuk di otot ditimbulkan dari proses oksidasi glikogen menjadi energi. Asam laktat ini akan menimbulkan rasa penat dan sakit. Bila terus dipaksakan, timbunan asam laktat ini akan mendisfungsikan kinerja otot. Bisa berupa kram atau juga kejang otot. Ini dari segi ilmiah. Bila ditinjau dari segi psikologis, lain lagi deskripsinya. Lelah bisa diartikan sebagai melemahnya kendali emosional untuk berpikir, bertindak dan menganalisis sesuatu. Dalam taraf tertentu, lelah bisa menghilangkan kendali emosional,  sehingga  luapan perasaan dengan mudah dapat muncul, seperti menangis dan marah.



Jika pengertian ini digeneralisasi maka lelah adalah tuntutan tubuh untuk diistirahatkan. Maha Besar Penguasa Jagat Raya ini,  yang telah memberkahi manusia dengan rasa lelah. Karena dengan merasa lelah, kita baru memberi waktu pada tubuh, otak dan jiwa untuk ditenangkan sejenak. Didiamkan sementara. Bayangkan jika manusia tidak memilikinya. Kita akan terus bekerja, bekerja dan bekerja.  Hingga tanpa terasa tubuh akan ‘rusak’ dan tidak bisa dipakai lagi. Sama dengan mesin, jika terus digunakan dan tidak pernah diitirahatkan, maka lama kelamaan ia akan meledak.

Lelah dan kemudian istirahat selalu saja diidentikkan dengan diam, tak berbuat apa-apa. Padahal sebenarnya, esensi dari lelah jauh lebih luas, jauh lebih dalam daripada itu. Disana ada prinsip ketenangan, proses penghimpunan tenaga, kegiatan relaksasi, perenungan yang dalam, kontinuitas berpikir yang luas.

Ada prinsip ketenangan, karena lelah memberikan cukup waktu untuk rehat sejenak, untuk berdiam diri sejenak. Menyesapi keriuhan di sekitar kita dalam diam. Mengambil hikmah dengan berdiri sebagai individu yang berada di luar lingkaran. Karena hanya dengan begitu, baru bisa melihat secara objektif  dan fokus. Dengan tak banyak bergerak,  proses detoksifikasi pikiran bisa dilakukan maksimal. Mengeliminasi hal-hal buruk dan mempertahankan hal positif yang tersisa.

Ada proses penghimpunan tenaga, karena  lelah memberikan respon pada tubuh untuk sejenak diam. Mengoksidasi asam laktat yang tertimbun, menghilangkan kepenatan yang memenuhi setiap sentimeter otot. Dengan diam, metabolisme tubuh akan mencari keseimbangannya sendiri. Urat-urat syaraf yang terlanjur terbelit, mulai dikembalikan ke tempatnya. Kesegaran akan muncul perlahan-lahan. Dan siap dengan tenaga yang baru. Semangat dan tekad yang segar untuk melanjutkan kerja yang tertunda.

Disana ada pula kegiatan relaksasi, karena lelah memberikan tubuh, otak dan akal untuk meregangkan kekakuan otot, kekacauan emosional dan keruwetan berpikir.  Pengendoran semua simpul-simpul syaraf yang telah dipaksa untuk beraktifitas keras. Dan peremajaan kembali sel-sel yang telah rusak, terjadi dalam proses relaksasi ini. Nyaman, sehat, puas adalah respon yang akan dihasilkan pada aktivitas yang satu ini.
Ada juga perenungan yang dalam, karena keheningan yang senyap akan memberikan ketenangan dan kedalaman berpikir. Saat lelah pula, kita bisa bermuhasabah apa saja yang sudah dilakukan selama ini. Ketika merenung, bisa mendapatkan ide yang baru, motivasi yang sebelumnya kendor, semangat yang tadinya padam, dan tekad yang diawal kembang-kempis. Disini pula kontinuitas berpikir berjalan. Tak berhenti bahkan pada saat lelah.

Bekerjalah hingga lelah itu mengejarmu. Sesungguhnya rekreasi terbaik adalah bekerja. Sesungguhnya di punggung inilah segudang amanah dan tugas berat disandangkan. Lelah bukanlah momok yang ditakuti. Bukan pula kondisi yang dijadikan pembenaran untuk mundur. Karena sesungguhnya, dibalik lelah ada segunung hikmah yang bisa diambil. Karena sebenarnya, lelah  juga adalah sarana untuk berkerja dalam bentuk lain., diam. Karena juga, setelah lelah terbitlah energi besar untuk berkerja keras. Galilah terus, karena lelah adalah energi tersembunyi yang terabaikan.

1 comments:

nonhelda said...

Duhai Yang Maha Mencinta,
Dalam lelah walau payah
Tetes airmataku tak pernah sirna
Dalam pekat malam hanya pada-Mu aku meminta

Bagaimana bisa ku raih pandangan lembut-Mu
Sedang aku musafir fakir yang tak punya – hanya noda
Tapi bagaimana pula aku harus pantas jemu
Padahal jiwaku dalam genggaman-Mu jua

Biar raja-raja menutup pintu istana
Biar kekasih pergi dan menyepi
Di hadapan-Mu aku tetap berdiri
Tiada tempat di dunia ini untuk ku berlari

Wahai Allah Tuhanku,
Aku berdoa pada-Mu dengan lisan harapanku
Ketika tubuhku terkadang letih dan kelu
Jangan pernah Kau tinggalkan aku...

Post a Comment